First impression gue waktu ngeliat buku Between Us: “wah, ada novel
yang isinya tentang Kimia-Kimiaan nih, kayaknya keren.”. Waktu masih SMA, gue
paling nggak bisa pelajaran Kimia. Entah kenapa pelajaran Kimia yang gue dapet
dari sekolah bikin gue jadi males belajar Kimia. Gue dicekokin dengan segala
macam rumus kimia, di situ gue mikir, ini pelajaran buat apaan sih?
Daripada belajar kimia, mending gue main basket.
Gue masih ingat waktu dulu gue pernah belajar Kimia tentang inti
atom. Begitu dijelasin, hari pertama gue ngerti, keesokan harinya, gue lupa apa
itu inti atom. Begitupun temen gue. Gue yakin penyebab anak sekolah cepat lupa sama pelajaran IPA itu karena pelajarannya nggak bisa diterapkan ke
kehidupan sehari-hari. Coba gue tanya, apa itu inti atom? Yak betul! Inti atom itu bukan yang ini:
Metode guru ngajar biasanya cuma ngasih tau definisinya apa, lalu
ngasih unjuk gambarnya seperti apa. Ini kan nggak bikin siswa paham. Siswa
bakalan paham, kalau dijelaskan dengan hal-hal yang bisa diterapkan
sehari-hari, misalnya ngejelasin dengan trik ngegombalin cewek.
A: Sayang, cintaku ke kamu itu kayak inti atom tau.
B: Ah, kenapa gitu, Bang?
A: Kecil sih, tapi nggak bisa dibagi lagi.
DEMN. Pasti tuh siswa-siswa bakalan pada nyatet apa itu inti atom.
Hal yang serupa gue temui di buku Between Us. Buku yang menceritakan
tentang Fahrul, seorang chemist (anak Kimia) yang sedang mencari chemistry ke
orang-orang di sekitarnya; ke bawahannya, ke bosnya, ke ibunya, juga ke gebetannya, sangat menarik karena dikemas dengan istilah-istilah kimia. Gue baru sadar ternyata dalam jatuh
cinta, terdapat proses kimia yang jarang diketahui oleh orang-orang. Yang
selama ini gue cuma tahu ikatan terkuat adalah ikatan silaturahmi, ternyata
masih ada ikatan lain yang juga sama kuatnya; yaitu ikatan kovalen.
Cinta memang nggak memandang seseorang berdasarkan latar
belakangnya, tapi seseorang, bisa
memandang cinta berdasarkan latar belakangnya. Fahrul sebagai anak kimia
memandang cinta sebagai proses senyawa kimia yang bereaksi ketika hati
menemukan chemistry. Yap, cinta itu butuh chemistry. Dan gue sebagai anak basket,
memandang cinta adalah kemenangan. Meraih kemenangan itu nggak mudah, kita butuh
latihan rutin –karena cinta tidak datang dengan tiba-tiba-, kita butuh
kekompakan –karena cinta itu saling, bukan paling-, dan kita butuh tujuan yang
kuat –karena cinta tanpa tujuan, sama dengan buang-buang waktu-. Dari semua
elemen itu, tentu nggak mudah untuk menyatukannya. Selalu ada halangan entah itu datangnya dari
diri sendiri, ataupun dari rekan kita yang hanya bisa diatasi dengan suatu formula; yaitu saling mengerti. Saling
mengerti adalah hal yang paling sulit dilakukan dalam sebuah hubungan. Karena "saling" adalah berdua, butuh 'kekompakan'. It isn't about you or me. It's all about; BETWEEN US.
EH! Maap-maap salah cover. HEHE.